Pemerintah akan mengimplementasikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi 12 persen untuk barang dan jasa yang dikonsumsi secara umum oleh masyarakat, kecuali beberapa komoditas kebutuhan pokok. Kebijakan yang berlaku efektif 1 Januari 2025 ini dipastikan akan menambah beban pengeluaran masyarakat. Lantas, bagaimana strategi untuk menghadapi kondisi tersebut?
PPN memang naik 1 persen poin dari 11 persen menjadi 12 persen. Namun, nominal pajak yang harus dibayar sesungguhnya naik 9 persen.
Sayangnya, kenaikan tarif pajak ini tidak sesederhana itu. Penasihat Keuangan Aidil Akbar menjelaskan, PPN dihitung dari setiap harga akhir barang dan jasa yang mengalami pertambahan nilai. PPN ini pun bisa berlipat tergantung jumlah mata rantai penjualan yang memberi nilai tambah.
:quality(80)/https://cdn-dam.kompas.id/images/2024/12/04/b2417ba9c8dc6eeaeaa391acc252a807-b185c3ce_d35a_43e5_90d1_f5521ca3eef7_png.png)
Sebagai contoh, kue kering yang dijual pedagang besar di pasar, kemudian dibeli pedagang menengah untuk dijual kembali dalam kotak besar, lalu dibeli oleh toko kecil yang akan mengemasnya dalam kemasan kecil, akan membuat barang itu tiga kali dikenakan PPN sesuai harga akhir di setiap titik rantai pasok.
”Artinya, semakin banyak efek penggandaan nilai dari suatu barang, maka PPN-nya akan terus bertambah,” ujarnya kepada Kompas, Minggu (22/12/2024).
Baca JugaBI: Kenaikan PPN Tidak Berdampak Signifikan pada Inflasi
Langkah berhemat
Dengan penghitungan tersebut, Aidil menyarankan agar masyarakat dapat mengurangi pengenaan PPN berkali-kali lipat dengan belanja barang-barang yang tidak melewati banyak rantai pasok. Hal ini bisa dilakukan di pasar tradisional atau penyedia langsung suatu barang atau jasa.
”Jangan belanja barang yang sudah banyak dikasih kemasan karena itu jadi tambahan nilai yang menaikkan nilai tawar atas barang yang sama,” ujarnya.
Strategi membeli barang dalam jumlah besar untuk konsumsi jangka panjang dapat dilakukan guna menghindari pembelian barang dalam volume kecil yang cenderung memiliki pertambahan nilai lebih tinggi.
:quality(80)/https://cdn-dam.kompas.id/images/2024/11/27/6721f40fc933e621dba615046b203267-20241127_143951.jpg)
Perencana keuangan dari Finansialku, Tita Gracia Yosheko, juga menyarankan masyarakat untuk membuat prioritas kebutuhan. Hal ini dapat dimulai dengan membuat anggaran rumah tangga terperinci dan memantau pengeluaran secara berkala. Lalu mengurangi pengeluaran tidak penting seperti hiburan berlangganan.
”Fokus pada kebutuhan primer dan kurangi pengeluaran untuk kebutuhan barang atau jasa non-esensial,” katanya.
Masyarakat juga bisa memanfaatkan beragam promosi penjualan, termasuk dengan mengikuti program loyalitas atau diskon musiman, sebagai langkah penghematan. Selain itu, ia juga menganjurkan masyarakat untuk mengutamakan produk lokal yang umumnya lebih ekonomis untuk mendukung perekonomian nasional.
Menambah pemasukan
Meskipun ada pengecualian pada barang kebutuhan pokok, kenaikan tarif PPN akan memicu inflasi pada barang konsumsi harian, seperti pakaian, perlengkapan kebersihan, dan obat-obatan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi banyak keluarga.
Jika strategi berhemat tidak dapat dilakukan dan ternyata menggerus pendapatan, masyarakat perlu mencari cara untuk meningkatkan pemasukan.
Tita menyebut, masyarakat bisa melakukan diversifikasi pendapatan dengan berbagai cara. Salah satunya, memonetisasi keahlian atau membuka usaha dengan modal kecil untuk mencari pendapatan tambahan. Cara lain yang lebih mudah adalah dengan menjual barang tidak terpakai.
Jika masih ada uang lebih dalam bentuk tabungan atau investasi, dana tersebut dapat dialihkan ke aset yang lebih produktif, tetapi sesuai nilai risiko yang dapat ditanggung pribadi. ”Dalam kondisi yang penuh tekanan, usahakan untuk terus berinvestasi sekecil apa pun,” ujarnya.
:quality(80)/https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2024/12/17/bbd8beb9-f97a-402b-9323-83d369f40c81_png.png)
Baca JugaPPN Jadi 12 Persen, Akankah Harga BBM Naik?
Tita menghitung, jika rata-rata pengeluaran per kapita di Indonesia pada 2022 sebesar Rp 1,2 juta per bulan dan 60 persen dari pengeluaran dikenakan PPN 12 persen, maka beban PPN yang harus ditanggung sebesar Rp 92.088. Beban itu naik sekitar Rp 7.000 dari akumulasi pengeluaran yang dibebani PPN 11 persen.
Dalam simulasi lainnya oleh lembaga Center of Economics and Law Studies (Celios), masyarakat kelas menengah diprediksi mengalami penambahan pengeluaran hingga Rp 354.293 per bulan atau Rp 4,2 juta per tahun dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen ini.
Tinggalkan Balasan